Prof Hariadi Kartodihardjo: Integrasi Pengelolaan Hutan Harus Berbasis Empirical Evidence, Baru Kebijakan, Bukan Sebaliknya
Hutan menjadi harapan Indonesia untuk menjaga stabilitas fungsi lingkungan hidup dan pengendali krisis iklim. Lebih dari 120 juta hektar hutan dijadikan sumber stok karbon utama.
Prof Hariadi Kartodihardjo, Guru Besar Kebijakan Kehutanan IPB University menjelaskan, pengelolaan hutan memerlukan integrasi dengan ilmu lintas disiplin. Upaya konservasi dan rehabilitasi hutan tidak akan mampu berjalan bila hanya mengandalkan penanaman pohon saja. Menurutnya, kebijakan terkait integrasi pengelolaan hutan harus melalui bukti empiris atau empirical evidence terlebih dulu.
“Integrasi pengelolaan hutan sangat penting karena tidak cukup hanya aspek tertentu saja yang diperhatikan. Pengelolaan hutan tidak hanya melibatkan kawasan hutan, akan tetapi juga aspek sosial, ekonomi dan politik,” jelas dosen Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan) IPB University ini.
“Mau tidak mau sebenarnya perspektif yang berbeda-beda itu memerlukan sebuah dapur tertentu untuk memastikan bagaimana porsi racikan itu pas,” katanya dalam diskusi Forest Digest berjudul ‘Integrasi Pengelolaan Hutan dan Lingkungan: Bisakah menjawab tantangan krisis iklim?’ di IPB International Convention Center (IICC), Bogor, belum lama ini.
Menurut Prof Hariadi, pengelolaan hutan tidak bersifat spesifik karena memiliki multiplier effect. Pengendalian dampak dan sumber dayanya memerlukan kerjasama dari berbagai pihak.
“Pelaksanaannya tidak mudah, karena solusi, mindset dan kondisi pemerintahan kita memiliki peran masing-masing. Padahal kenyataannya di lapangan, kita harus melihat itu secara keseluruhan (komprehensif),” lanjutnya.
Ia menambahkan, setiap wilayah hutan di Indonesia dan keberadaannya di masing-masing wilayah memiliki karakteristik penting dan khusus sehingga tidak dapat digeneralisasikan. Setiap hutan memiliki situasi yang berbeda-beda, sehingga perencanaan pembangunan hutan harus dibangun sesuai kebutuhan di wilayah tersebut.
“Kita harus bisa melihat bukti empiris terlebih dulu, baru disusul dengan penyusunan kebijakannya. Sebaiknya pemerintah perlu melihat karakteristik hutan, aspek sosial budaya, politik yang relevan dengan masing-masing wilayah,” tegasnya.
Ia menjelaskan, terdapat rumus umum dalam konteks integrasi pengelolaan hutan yaitu situation, structure, behavior dan performance (SSBP). Penyusunan kebijakan pengelolaan hutan tersebut didasarkan pada analisis SSBP. Integrasi kebijakan perlu didasarkan terhadap situasi masing-masing kawasan hutan dan bentuk integrasinya akan menyesuaikan dengan kondisi alam yang tidak berubah. (MW/Rz)
Sumber: https://ipb.ac.id/news/index/2023/04/prof-hariadi-kartodihardjo-integrasi-pengelolaan-hutan-harus-berbasis-empirical-evidence-baru-kebijakan-bukan-sebaliknya/d7e3762e3030e8b88f7b60832e47078c