Fakultas Kehutanan dan Lingkungan

0251- 8621677

fahutan@apps.ipb.ac.id

Jalan Ulin, Kampus IPB Dramaga Bogor Jawa Barat 16680
13 Dec 2021

Dr Bramasto Nugroho Sebut Penguatan Kelembagaan Sangat Penting Untuk Penetapan Standar Perlindungan Konsumen

Prof Bramasto Nugroho, Guru Besar IPB University dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (Fahutan) mengatakan penguatan kelembagaan cukup menantang. Apalagi dengan hadirnya Pusat Sertifikasi Industri yang merupakan lembaga dalam melakukan sertifikasi mutu benih.

Hal tersebut ia sampaikan dalam Webinar “Pengembangan dan Pemanfaatan Standardisasi Bibit dan Pembibitan Tanaman Hutan untuk Mendukung Pembangunan Hutan Lestari”. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Standardisasi Perangkat Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Puslitbang Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, (09/12).

Dalam kegiatan ini beliau memaparkan tentang investasi dalam pertumbuhan pohon, baik untuk produksi, konservasi, rehabilitasi maupun untuk kepentingan lingkungan. Menurutnya, butuh waktu lama untuk menghasilkan manfaat sebagaimana dimaksud. Investasi awal ditentukan oleh kualitas benih dan benih yang berkualitas.

“Akan sangat tepat jika Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memprakarsai atau berperan dalam mengembangkan standar tersebut. Intinya adalah untuk melindungi konsumen. Konsumen ini bisa publik, pemerintah, swasta atau swasta dan petani untuk melindungi investasi mereka,” katanya.

Menurutnya, hingga saat ini SNI (Standar Nasional Indonesia) masih menjadi acuan dalam memproduksi benih hingga benih tanaman hutan. Yang masih menjadi masalah adalah implementasinya yang tidak seragam. Pengaturan standar di dalamnya dan penguatan kelembagaan yang diperlukan masih akan dibahas.
Ia mengatakan, setidaknya ada lima tahapan dalam penguatan kelembagaan. Ini termasuk analisis dan diagnosis kerangka kelembagaan yang diteliti, analisis dan diagnosis organisasi di lembaga yang dipelajari, desain perubahan atau perbaikan kelembagaan dan organisasi, implementasi dan pemantauan dan evaluasi.

Menurutnya, perlu juga mendiagnosa efektivitas kebijakan untuk beberapa standar. Dalam prosesnya ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Yaitu bagaimana standar dikomunikasikan secara konsisten kepada pengguna. Efektivitas ini juga ditentukan oleh sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Dia menilai Standard Operating Procedure (SOP) masih menjadi tekanan bagi organisasi.

Ia menambahkan, para pengambil kebijakan juga harus memahami prinsip-prinsip penguatan kelembagaan. Artinya, mereka harus fokus pada hasil dan harus memahami pentingnya standardisasi untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas. Kuncinya adalah pada arah perbaikan dan penguatan untuk memastikan keberhasilan penerapan standar
“Memang dalam memperkuat lembaga ini perlu melibatkan pemangku kepentingan. Selain itu, data dan informasi yang akurat dan berkualitas harus tersedia untuk mencegah perbedaan hasil. Dan membangun institusi ‘baru’ yang bisa diprediksi sehingga pengguna mau mengacu pada standar yang berlaku,” ujarnya.(MW/Zul)

13 Dec 2021

Mahasiswa IPB University Raih Juara 1 dan Juara 3 Lomba Karya Tulis Ilmiah Populer

Mahasiswa IPB University Raih Juara 1 dan Juara 3 Lomba Karya Tulis Ilmiah Populer Mahasiswa Kehutanan 2021

Kali ini dari Lomba Karya Tulis Ilmiah Populer Mahasiswa Kehutanan 2021 yang bertemakan Multibisnis Kehutanan: Mewujudkan Kebangkitan Sektor Kehutanan yang Kompetitif dan Berkelanjutan. Dari kompetisi ini, ada dua tim mahasiswa IPB University dari Jurusan Pengelolaan Hutan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang mempersembahkan juara 1 dan 3.

Prasetya Irawan, Risti Aji Wahyuningtyas dan Ahmad Armansyah di bawah bimbingan Fitta Setiajati, SHut, MSi meraih Juara 1 dengan karyanya yang berjudul The Modern Forestry Multi-Business Model dengan Konsep Innovative Start Up Company. Mereka mengangkat topik ini setelah melihat proses bisnis di sektor kehutanan masih menggunakan cara lama. Oleh karena itu, diperlukan suatu struktur pemikiran dan cara-cara perusahaan agar lebih adaptif dengan perkembangan zaman.
“Oleh karena itu, kami mengusung konsep start-up karena model perusahaan start-up inovatif identik dengan inovasi, kekinian, mengikuti perkembangan zaman dan memiliki model bisnis yang berbeda. Intinya pembangunan outdoor gym di hutan, jogging track , hotel dan rumah sakit di hutan, pernikahan hutan, affiliate marketing, solusi jastip, outbond, pelatihan kepemimpinan, kemitraan UMKM, pemberdayaan masyarakat, dan lain-lain,” kata Prasetya.

Mahasiswa IPB University ke-56 ini juga memandang perusahaan kehutanan memiliki lahan yang luas, sehingga harus dioptimalkan dengan strategi dan inovasi yang out of the box.
“Sehingga dapat meningkatkan pendapatan perusahaan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Menggunakan konsep bisnis yang lebih modern, ramah anak muda, seperti perusahaan rintisan,” imbuhnya.

Menurutnya, penghargaan ini sangat berkesan bagi kedua tim mahasiswa dan menambah semangat untuk terus mengembangkan ide-ide kreatif dan inovatif.
“Semoga ide dan gagasan yang kami bentuk dapat bermanfaat dan berkontribusi bagi pembangunan negara di masa mendatang,” kata Prasetya.

Juara 3 diraih oleh tim yang terdiri dari Nadia Salsabila Candra Kerti, Manisyah, dan Feni Amyar Aningtiyas. Mereka mengusung judul Agrosilvofarmaka dan Penerapan Sistem Pemasaran Digital untuk Menarik Investor.
Menurut Nadia, topik ini dilatarbelakangi oleh pengawasan Izin Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang hanya dilakukan oleh pemerintah pusat. Sehingga pengelolaan lahan kurang transparan kepada masyarakat.

“Melalui PBPH, setiap perusahaan hanya diperbolehkan memiliki satu izin untuk mengelola lahan seluas 50.000 hektar di luar Papua dan 100.000 hektar di Papua. Sehingga pengusaha perlu berinovasi untuk memaksimalkan pemanfaatan lahan. Masalah lainnya adalah belum adanya jaminan pasar bagi pelaku multi usaha kehutanan, sehingga diperlukan sistem pemasaran dengan jangkauan yang lebih luas,” jelas Nadia.

Nadia dan kawan-kawan menawarkan konsep agrosilvofarmasi dengan sistem pemasaran digital. Agrosilvofarmaka adalah sistem agroforestri yang memadukan komponen kayu, tanaman pangan dan tanaman obat sebagai tanaman sela pada sebidang tanah yang dilakukan secara bersamaan atau bergiliran untuk memperoleh manfaat ekonomi dan lingkungan.

“Praktik ini kemudian dibarengi dengan sistem digital marketing. Yakni dengan menerapkan Market Information System (MIS) yang dipadukan dengan skema e-commerce untuk menjangkau pasar yang lebih luas. SIM ini memudahkan petani atau pengelola agrosilvofarmasi untuk berinteraksi langsung dan bertransaksi dengan konsumen secara real-time. Sistem yang transparan dan akses yang mudah dapat membuka peluang bagi investor untuk datang,” ujarnya.

Kompetisi ini merupakan bagian dari Musyawarah Nasional Gabungan Pengusaha Hutan Indonesia Tahun 2021 dengan tema Mewujudkan Ekosistem Usaha Kehutanan Baru yang Kompetitif dan Berkelanjutan setelah UU Cipta Kerja 2021. (Isni/Zul) (IAAS/SYA)