Prof Bramasto Nugroho, Guru Besar IPB University dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (Fahutan) mengatakan penguatan kelembagaan cukup menantang. Apalagi dengan hadirnya Pusat Sertifikasi Industri yang merupakan lembaga dalam melakukan sertifikasi mutu benih.

Hal tersebut ia sampaikan dalam Webinar “Pengembangan dan Pemanfaatan Standardisasi Bibit dan Pembibitan Tanaman Hutan untuk Mendukung Pembangunan Hutan Lestari”. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Standardisasi Perangkat Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Puslitbang Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, (09/12).

Dalam kegiatan ini beliau memaparkan tentang investasi dalam pertumbuhan pohon, baik untuk produksi, konservasi, rehabilitasi maupun untuk kepentingan lingkungan. Menurutnya, butuh waktu lama untuk menghasilkan manfaat sebagaimana dimaksud. Investasi awal ditentukan oleh kualitas benih dan benih yang berkualitas.

“Akan sangat tepat jika Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memprakarsai atau berperan dalam mengembangkan standar tersebut. Intinya adalah untuk melindungi konsumen. Konsumen ini bisa publik, pemerintah, swasta atau swasta dan petani untuk melindungi investasi mereka,” katanya.

Menurutnya, hingga saat ini SNI (Standar Nasional Indonesia) masih menjadi acuan dalam memproduksi benih hingga benih tanaman hutan. Yang masih menjadi masalah adalah implementasinya yang tidak seragam. Pengaturan standar di dalamnya dan penguatan kelembagaan yang diperlukan masih akan dibahas.
Ia mengatakan, setidaknya ada lima tahapan dalam penguatan kelembagaan. Ini termasuk analisis dan diagnosis kerangka kelembagaan yang diteliti, analisis dan diagnosis organisasi di lembaga yang dipelajari, desain perubahan atau perbaikan kelembagaan dan organisasi, implementasi dan pemantauan dan evaluasi.

Menurutnya, perlu juga mendiagnosa efektivitas kebijakan untuk beberapa standar. Dalam prosesnya ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Yaitu bagaimana standar dikomunikasikan secara konsisten kepada pengguna. Efektivitas ini juga ditentukan oleh sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Dia menilai Standard Operating Procedure (SOP) masih menjadi tekanan bagi organisasi.

Ia menambahkan, para pengambil kebijakan juga harus memahami prinsip-prinsip penguatan kelembagaan. Artinya, mereka harus fokus pada hasil dan harus memahami pentingnya standardisasi untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas. Kuncinya adalah pada arah perbaikan dan penguatan untuk memastikan keberhasilan penerapan standar
“Memang dalam memperkuat lembaga ini perlu melibatkan pemangku kepentingan. Selain itu, data dan informasi yang akurat dan berkualitas harus tersedia untuk mencegah perbedaan hasil. Dan membangun institusi ‘baru’ yang bisa diprediksi sehingga pengguna mau mengacu pada standar yang berlaku,” ujarnya.(MW/Zul)