Dr Hendrayanto Jelaskan Efektifitas Sumur Resapan di Perkotaan
Dr Hendrayanto, dosen IPB University dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (Fahutan) juga menjelaskan efektivitas sumur resapan dalam mengurangi kelebihan air hujan. Dikatakannya, efektivitas resapan yang dibutuhkan pada kapasitas sumur resapan relatif terhadap kelebihan air hujan.
“Kapasitas sumur resapan ditentukan oleh volume dan luas permukaan resapan, laju penyerapan permeabilitas tanah, dan tinggi muka airtanah,” jelas Dr Hendrayanto.
Ia juga menjelaskan, luas permukaan resapan sama dengan luas total bagian sumur yang tidak kedap udara. Namun luas dasar sumur resapan yang tidak kedap udara lebih berpengaruh terhadap kapasitas resapan dibandingkan dengan dinding sumur yang tidak kedap udara.
Dr Hendrayanto menekankan bahwa laju infiltrasi atau permeabilitas tanah penting untuk diperhatikan. Hal ini dikarenakan jika permeabilitas tanah rendah, maka kapasitas sumur resapan lebih dipengaruhi oleh volume sumur resapan, dan air yang tertampung oleh sumur resapan akan disimpan dalam sumur resapan dalam waktu yang lama. Hal ini memunculkan isu “sumur resapan menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk”.
“Permeabilitas sumur resapan akan semakin menurun seiring berjalannya waktu, akibat banyak partikel halus (tanah liat) yang menutup pori-pori,” ujarnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, kata Dr Hendrayanto, sumur resapan perlu dirawat agar permeabilitas tanah tetap terjaga. Ia menjelaskan, kedalaman sumur perlu memperhatikan kedalaman muka air tanah. Karena itu, jangan sampai sumur resapan malah terisi air tanah.
Dr Hendrayanto juga menyebutkan penerapan sumur resapan di perkotaan. Terutama yang berada di dekat pantai yang umumnya memiliki kedalaman tanah dan muka air tanah yang dangkal. Juga kedap udara terhadap terjadinya penutupan tanah oleh material yang terbawa udara sehingga ketersediaan ruang sebagai lokasi sumur resapan yang berfungsi secara efektif menjadi terbatas.
“Banjir di Jakarta akibat luapan sungai-sungai yang berasal dari luar DKI Jakarta tidak akan cukup dikendalikan oleh sumur resapan di wilayah Jakarta, diperlukan opsi lain, serta banjir rob,” kata dr Hendrayanto.
Dosen IPB University itu mengatakan, untuk melakukan upaya pengendalian banjir secara efektif, perlu diketahui lebih baik sumber air penyebab banjir. Dalam hal ini, kata dia, data hujan, drainase alami seperti sungai, saluran drainase (buatan), permeabilitas tanah, permeabilitas tanah, luas permukaan kedap udara, hidrogeologi, dan lokasi yang pernah mengalami banjir perlu diketahui sebagai bahan pembangunan.
Menurut dia, informasi tersebut tidak hanya dibutuhkan untuk pembangunan sumur resapan, tetapi untuk semua tindakan yang terkait dengan pengendalian banjir.
“Sumur resapan menjadi salah satu alternatif dalam upaya pengendalian banjir. Dalam kondisi tertentu tidak cukup hanya mengandalkan sumur resapan, namun perlu memadukan upaya lain, antara lain rekayasa sosial budaya, bekerjasama dengan pemerintah kabupaten dan provinsi terkait wilayah hulu dan hilir sungai, daerah aliran sungai. ,” jelas dr Hendrayanto.
Lebih lanjut ia menjelaskan, untuk membangun sumur resapan di suatu kawasan, diperlukan perencanaan dan pelaksanaan yang matang. Dijelaskannya, perlu diketahui sumber air penyebab banjir, data hujan, jaringan sungai (buatan), saluran (buatan), permeabilitas tanah, luas permukaan kedap udara, hidrogeologi, dan kualitas udara resapan. Data tersebut akan digunakan untuk pengembangan sumur resapan yang telah dilakukan dan upaya pembuatan sumur resapan selanjutnya. (SMH) (IAAS/YHY)