Guru Besar IPB University Ungkap Penurunan Luas Lahan Hutan Selama 20 Tahun
Hutan adalah kunci untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Namun dalam prakteknya pengelolaannya tidak lepas dari berbagai permasalahan, termasuk sektor kehutanan di Indonesia. Keberadaan Sumber Daya Hutan (SDH) di Indonesia mencakup wilayah yang sangat luas. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan tuntutan pembangunan, luas hutan semakin berkurang.
Dalam Konferensi Pers Orasi Pra Ilmiah Guru Besar, Prof Muhammad Buce Saleh, Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Hidup IPB University mengungkapkan penurunan tutupan hutan Indonesia selama 1990-2020.
Di Pulau Sumatera terjadi penurunan sebesar 18 persen, Pulau Jawa sebesar 9 persen, Pulau Kalimantan sebesar 20 persen, Pulau Sulawesi sebesar 14 persen, Pulau Maluku sebesar 10 persen, Pulau Bali Nusa sebesar 17 persen dan Pulau Papua sebesar 7 persen. “jelasnya.
Ditambahkannya, skenario perencanaan pemanfaatan SDH Indonesia dalam perspektif waktu 2005-2025, diperkirakan akan mengalami penurunan luas tutupan hutan sebesar 20 persen pada tahun 2025. Tren ini diperkuat oleh data penurunan tutupan hutan untuk tahun-tahun mendatang. periode 1990-2020 sekitar 19 persen. Berdasarkan uraian tersebut, keadaan SDH Indonesia dalam 20 tahun ke depan (2005-2025) akan berada dalam tiga skenario.
“Yaitu, Skenario Pesimis, Skenario Sedang dan Skenario Optimis. Skenario pesimis dimana kondisi kawasan hutan akan berkurang 20 persen dan konflik masih akan berlanjut. Skenario Sedang dengan syarat luas hutan akan berkurang 20 persen, namun konflik dapat diselesaikan. Jadi, luas tutupan hutan kemungkinan lebih besar dari luas hutan,” jelasnya.
Sedangkan Skenario Optimis, lanjutnya, dimana kondisi kawasan hutan dapat dipertahankan dan konflik dapat diselesaikan. Skenario optimis merupakan kondisi yang sangat ideal. Hal ini dimungkinkan jika kita mencegah pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi tidak lagi bergantung pada SDH.
“Hasil analisis seluruh skenario SDH Indonesia ke depan dan semua alternatif arah pemanfaatannya menunjukkan bahwa skenario yang paling memungkinkan adalah Skenario Sedang. Arahan pemanfaatan SDH diprioritaskan untuk usaha kecil, baik di hutan alam maupun hutan tanaman. Sedangkan bisnis skala besar yang sudah ada didorong untuk memiliki kinerja yang baik,” ujarnya.
Menurutnya, skenario dan arahan pemanfaatan SDH Indonesia di atas hanyalah gambaran kecil dari pelaksanaan penataan ruang. Dalam dekade mendatang, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan semakin pesat. Tantangannya adalah kemampuan pemanfaatan iptek dalam penataan ruang SDH agar lebih transparan, partisipatif, dan kolaboratif.
“Namun, penerapan teknologi saja belum mampu menyelesaikan masalah pengelolaan SDH. Pengetahuan atau bidang ilmu lain seperti ilmu sosial, ekonomi dan politik sangat dibutuhkan,” ujarnya.
Menurutnya, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi penginderaan jauh (remote sensing), Sistem Informasi Geografis (SIG) dan teori pengambilan keputusan akan sangat dibutuhkan. sangat mendukung perencanaan tata ruang SDH.
“Perkembangan penelitian dalam inventarisasi hutan berbasis penginderaan jauh sudah banyak yang dicapai. Mulai dari perbaikan teknik klasifikasi, degradasi dan deforestasi hutan, pendugaan parameter tegakan, pendugaan kandungan karbon dan biomassa hutan, pendugaan produktivitas hutan dan pertumbuhan hutan, serta studi segmentasi berdasarkan objeknya,” jelasnya.
Ia menyampaikan, kegiatan monitoring SDH juga sangat terbantu dengan perkembangan teknologi Geographic Information System (GIS). Melalui teknologi ini, basis data spasial dapat dibangun secara akurat berdasarkan peta dan data inventaris deret waktu. Hal ini memungkinkan untuk memantau perubahan lanskap setiap saat. Sementara itu, keberadaan SDH yang terukur, termasuk hubungannya dengan lingkungan sekitar, memerlukan perangkat perencanaan dan evaluasi yang komprehensif/komprehensif). “Maka dibutuhkan teori pengambilan keputusan dalam merumuskan keputusan yang lebih konsisten dan objektif,” ujarnya. (Zul)