Guru Besar IPB University: Kebakaran Lahan Gambut 100 Persen Akibat Ulah Manusia

Prof Lailan Syaufina, Guru Besar Tetap pada Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University mengatakan bahwa Kebakaran Hutan (Karhutla) itu 99 persen akibat ulah manusia dan 1 persen karena faktor alam.

Dalam Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah, (24/3) dengan materi berjudul Era Baru Pengendalian Kebakaran Lahan Gambut: Inovasi Tekno-Sosio Mitigasi Karhutla, Prof Lailan mengungkapkan beberapa fakta.
“Khusus Karhutla gambut, 100 persen oleh manusia. Mitigasi untuk faktor alam, lebih ditekankan pada pengurangan risiko Karhutla. Tapi yang paling penting adalah mencegah Karhutla oleh manusia,” ujarnya. 

Menurutnya, mitigasi Karhutla ini harus melalui pendekatan sosial, termasuk mencari solusi bagi perambah hutan. Dalam hal ini, penegakan hukum untuk perambahan hutan dapat dilakukan. Selain itu, perlu upaya pemberdayaan para perambah hutan dalam pengelolaan hutan/lahan gambut.

“Selain itu, dalam dua tahun terakhir (2020-2021), luas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia menurun tajam. Diperkirakan karena adanya pandemi COVID 19 berpengaruh pada penurunan ini. Hal ini didukung dengan penguatan upaya pencegahan Karhutla yang menjadi prioritas kebijakan Pemerintah Indonesia,” ujarnya.

Ia menjelaskan, berbeda dengan kebakaran lahan non gambut, kebakaran lahan gambut sulit dideteksi dan dipadamkan, karena api menjalar di bawah permukaan.  Dampak kebakaran lahan gambut yang paling signifikan adalah dampak emisi dan kabut asap.  

“Emisi karbon dan emisi partikel kebakaran lahan gambut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kebakaran lahan non gambut. Ini karena kebakaran lahan gambut didominasi oleh fase smoldering yang tidak sempurna, sehingga menghasilkan emisi partikel yang tinggi yang bersatu dengan uap air hasil pembakaran yang menyebabkan kabut asap,” jelasnya. 

Menurutnya, belajar dari kejadian Karhutla pada tahun 2015, Pemerintah Indonesia telah melakukan perubahan paradigma dalam pengendaliannya. Saat ini prioritas pengendalian Karhutla adalah pada pencegahan. 

“Untuk membantu pemerintah dalam upaya pencegahan Karhutla, Tim Riset IPB University telah mengembangkan beberapa inovasi. Antara lain menciptakan sistem yang mampu memprediksi Karhutla gambut dalam waktu dua bulan sebelum terjadi kebakaran. Membuat Peta Kerawanan Karhutla. Peta ini memasukkan unsur gambut dan mengklasifikasikannya dalam empat tipologi,” jelasnya.

Prof Lailan dan tim juga membuat kriteria hotspot sebagai indikator kuat Karhutla, membuat formulasi tingkat keparahan Karhutla, membuat aplikasi mobile dan web Sistem Informasi Patroli Pencegahan Karhutla (SIPP Karhutla), penggunaan IoT (Internet of Things) dalam monitoring lahan gambut untuk dimanfaatkan dalam sistem peringatan dini Karhutla.

Di samping itu, lanjutnya, untuk pendekatan sosial, ada beberapa program yang sudah diimplementasikan. Seperti pembentukan MPA (Masyarakat Peduli Api), Program Desa Mandiri Peduli Gambut, Program Desa Bebas Asap, Program Desa Makmur Bebas Api dan sebagainya. 

“Integrasi antara pendekatan teknologi dan pendekatan sosial dapat dirumuskan sebagai Konsep NO SMOKE (Inovasi Tekno-Sosio Mitigasi Karhutla),” tandasnya. (Zul)

Published Date : 19-May-2022

Resource Person : Prof Prijanto Pamoengkas

Keyword : IPB University, Silvikultur, Guru Besar IPB, Fahutan IPB

SDG : SDG 4 – QUALITY EDUCATION, SDG 9 – INDUSTRY, INNOVATION AND INFRASTRUCTURE, SDG 15 LIFE ON LAND